Sunday, March 09, 2008

Nusa Penida dan Pecatu adalah Benteng Penyelamat Pulau Bali


Bagaimana jadinya jika Bali tidak memiliki Pulau Nusa Penida dan gugusan pulau karangnya serta karang tinggi Pecatu di Bali selatan. Ke-dua kawasan ini yang menangkal serangan gelombang Samudera Indonesia sehingga Bali daratan ini selamat. Makanya wajar jika Nusa Penida dan Pecatu dikatakan sebagai tembok yang mebentengi pulau Bali. Namun sayang eksploitasi hutan dan batu kapur di kawasan ini makin mengkhawatirkan saja.

PADA pertemuan Perubahan Iklim (UNCCC) terungkap bahwa pemerintah pusat akan melakukan kerja sama terpadu dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klungkung dan Bali untuk menjadikan Nusa Penida sebagai proyek percontohan penyelamatan pulau-pulau kecil di Indonesia. Hal itu guna mendapatkan strategi penyelamatan 62 pulau di Indonesia yang kondisinya terancam.

Kaitan dengan itu, masyarakat dan Pemkab Klungkung, khususnya masyarakat Nusa Penida tentu sangat mendukung program tersebut.

Sejauh ini, Pulau Nusa Penida juga dikenal sebagai pulau penyangga ancaman gelombang pasang yang menerjang sejumlah pesisir pantai di Bali.

Tentu saja, dukungan masyarakat yang diperlukan tidak semata ucapan. melainkan pelaksanaan secara riil di lapangan. Di antaranya dalam bentuk penyelamatan lingkungan.

Saat ini saja, tercatat ratusan hektar hutan lindung di kawasan Tanglad, Nusa Penida sudah terjarah oleh tangan usil masyarakat. Masyarakat merambah hutan untuk kepentingan mencari pakan ternak. Dengan melakukan pembakaran hutan untuk tujuan memunculkan daun hijau baru pascapembakaran yang sangat cocok untuk pakan ternak (sapi). "Kebanyakan hutan lindung rusak akibat pembakaran oleh masyarakat," ungkap tokoh masyarakat Nusa Penida, Wayan Sukasta.

Menurut anggota Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Propinsi Bali itu, di sinilah pentingnya peran serta untuk ikut menyelamatkan kembali hutan lindung yang sudah terjarah ulah usil manusia. Dengan melakukan pendekatan persuasif dan melakukan penanaman kembali.

Dia sedikit bersyukur, karena belakangan ini di Nusa Penida telah dilakukan penanaman pohon untuk memproduksi O2 melalui Gerhan. Secara informal, masyarakat juga melakukan penanamn hutan rakyat secara swadaya.

Terlepas dari itu semua, Nusa Penida harus memiliki peta tata ruang dan rencana detail yang jelas. Yang paling penting adalah kejelasan tata ruang. Saat ini, kata dia, kejelasan tata ruang dan rencana detail serta tata bangunan itu masih saling tunggu". Padahal, saat ini Nusa Penida sudah mulai berkembang pascaberoperasinya kapal feri roro Nusa Jaya Abadi," tambahnya.

Sekda Klungkung, Ketut Janapria, mengungkapkan saat ini RDTR Nusa Penida sudah tersusun. Hanya, belum finis karena masih harus dilakukan pembenahan-pembenahan. Diakuinya, saat ini memang sudah banyak terjadi kerusakan lingkungan di Nusa Penida. Hutan-hutan harus kembali dikonservasi namun ia belum bisa memastikan daerah-daerah mana saja yang nantinya diplot untuk kepentingan kawasan lindung, budi daya, pemukiman dan lainnya.

Badung Selatan

Sementara itu, politisi asal Jimbaran yang juga Sekretaris Komisi B DPRD Badung Ir. I Wayan Sudiana, MBA, Sabtu (15/12) kemarin, mengatakan kerusakan alam di wilayah Badung Selatan sangat memprihatinkan. Alam terlihat compang-camping akibat penambangan kapur/limestone, banyaknya pembangunan vila yang mencaplok lahan jalur hijau, persoalan sampah, limbah, perumahan kumuh dan sebagainya. Sementara langkah penyelamatan lingkungan belum dilaksanakan secara optimal.

Kerusakan alam akibat eksploitasi ini perlu mendapat perhatian serius. "Ini juga salah satu bukti pembangunan di Badung Selatan tidak memiliki konsep baik," kata lelaki yang juga menjadi Ketua Tim Pansus RTRW itu.

Menurutnya, setiap pembangunan harus direncanakan dengan baik. Pelaksanaannya juga harus didukung penerapan aturan.

Dia mempertanyakan komitmen Pemkab Badung untuk menjaga lingkungan melalui mekanisme regulasi. Satu contoh, penataan lahan penambangan batu kapur di kawasan Ungasan, Kutuh, dan Jimbaran. "Kalau memang benar penataan mengapa hasilnya adalah perusakan? Bagaimana regulasi diterapkan di sana," ujarnya.

Lelaki berkumis itu mengingatkan semua pihak, khususnya pihak Pemkab Badung benar-benar berorientasi pada pelestarian lingkungan. Pengembangan suatu kawasan harus disesuaikan dengan potensi wilayah tersebut. Makanya ia meminta hentikan ekspolitasi, perbaiki drainase, dan jangan biarkan industri berat seperti aspal dan beton.
Sementara itu, pengamat lingkungan dari Forum Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Pesisir Bali I Gede Arthika mengatakan daya dukung hayati Badung Selatan hanya tinggal 40%. Terumbu karang mati. Pencemaran terjadi di mana-mana karena kawasan hulu tidak dijaga dengan baik. Karena itu, dia berharap pemerintah membuat kebijakan yang benar-benar berpihak pada lingkungan. Salah satunya pencemar lingkungan harus diberi sanksi berat. Jangan dibiarkan.

(Sumber: BaliPost)


No comments: